Adab Dulu Baru Ilmu
Ada adab dan ada ilmu. Adab itu penting, ilmu juga sama, penting. Tapi mana yang lebih penting? Mana yang harus didahulukan?
Jika berbicara tentang ilmu, siapa yang berani mengatakan ilmu tidak penting? Banyak sekali dalil dan petuah para ulama’ yang menekankan untuk menuntut ilmu.
الشافعي يقول، طلب العلم أفضل من الصلاة النافلة
"Menuntut ilmu itu lebih utama dari shalat sunnat." (Musnad Asy-Syafiíy)
Khusus yang berkaitan dengan tema kita, ilmu yang dimaksud secara utama dan pokok adalah ilmu agama atau islam. Karena mempelajari ilmu agama adalah wajib, kecuali beberapa yang nanti dikategorikan menjadi fardlu kifayah, dan ilmu-ilmu yang bersifat mubah. Ini pembagian yang terkenal oleh Imam Al-Ghazali.
Yang mesti kita ingat baik-baik adalah “Ilmu yang akan baik, diperoleh dengan cara yang baik.” Sebagaimana rumus umumnya: Output itu tergantung Input. Ini adalah sunnatullah. Ketetapan Allah yang disimpan dalam peredaran kehidupan yang tidak bisa dihindari atau ditolak.
Ada sebuah karya terkenal yang diberi judul Jamiús-Shahih atau lebih kita kenal dengan kitab Shahih al-Bukhariy. Al-Bukhariy, mengawali pembahasan dalam kitabnya dengan kitab/pembahasan tentang ilmu. Tetapi sebelum mengupas ilmu, terlebih dahulu imam al-Bukhariy, mengupas pembahasan permulaan wahyu, dan iman. Tentunya itu bukan sesuatu yang bersifat kebetulan atau random dari Imam Al-Bukhariy, tetapi beliau memiliki maksud melalui sistematika penyusunan kitabnya. Seolah kitab itu berbicara pada kita, wahyu yang mengawali setiap hal-ihwal, lalu betulkan pondasi dan posisi Iman kita, dibangun di atas apa keyakinan kita, mengarah kemana keyakinan itu? Ini harus jelas, barulah jejaki Ilmunya.
Dan di awal-awal pembahasan tentang ilmu,disinggung sekian adab yang berhubungan dengan ilmu. Jadi kalo kita ingin, mengambil konsep ini, sebelum menuntut ilmu itu tuntutlah adab, dan sebelum adab kuatkan iman, dan jadikan wahyu sebagai panutan dan pedoman yang pertama.
Pernyataan Para Ulama Tentang Adab dan Ilmu
Imam Malik rahimahullah pernah berkata:
تعلم األدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
وقال الإمام مالك، كانت أمي تعمّمني، وتقول لى، أذهب إلى ربيعة، فتعلم من أدبه قبل علمه
Beliau juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Rabi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya- Ibuku berkata,
تعلم من أدبه قبل علم
“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”
Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata,
تعلمنا الأدب ثلاثين عاما، وتعلمنا العلم عشرين
“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Yusuf bin Al-Husain berkata:
بألدب تفهم العلم
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Syaikh Shalih Al-Útsaimin berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan sia-sia.”
Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan:
وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
“Adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia.” (Fathul Bari, 10/400).
Imam Syafi’i pernah ditanya seseorang tentang bagaimana besarnya keinginan dan kesungguhan beliau untuk belajar dan memahami adab. Beliau menjawab, “Ketika aku mendengarkan satu huruf saja tentang adab yang belum pernah aku dengar sebelumnya, maka aku rasakan seluruh anggota tubuhku menginginkan untuk mempunyai pendengaran sehingga mereka mendengarnya dan mendapatkan nikmatnya adab.” Lalu orang itu bertanya lagi, “Lalu bagaimana keinginanmu mempelajari adab itu?” Beliau –rahimahullah- menjawab, “Seperti seorang ibu yang sedang mencari anak satu-satunya yang hilang.” Lalu beliau berkata, “Ilmu bukanlah diukur dengan apa yang telah dihafal oleh seseorang, tetapi diukur dengan apa yang bermanfaat bagi dirinya.”
Pernyataan Ibn Abd al-Barr terhadap hadits Jābir (H.R. Ibn Mājah no. 254, Ibn Hiban dalam Shahīhah no. 77, dan yang lainnya) menunjukkan tujuan dari menuntut ilmu dan pendidikan adab adalah untuk memperoleh kebaikan. Hal ini sesuai pula dengan pernyataan Adian Husaini (2012: 50) bahwa dunia pendidikan kita sudah sepatutnya menekankan proses ta’dib. Ia pun menyatakan, “Islam memandang kedudukan ilmu sangatlah penting, sebagai jalan mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya. Ilmu juga satu-satunya jalan meraih adab.”
Adab dalam Islam
Adab dalam pandangan Islam bukanlah perkara remeh. Bahkan ia menjadi salah satu inti ajaran Islam. Demikian penting perkara ini, hingga para ulama salaf sampai menyusun kitab khusus yang membahas tentang adab.
Dalam Islam, masalah adab sebagai bagian dari ahlak Islam, mendapat perhatian serius yang tidak didapatkan pada tatanan manapun. Hal ini dikarenakan syariat Islam adalah kumpulan dari aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Ini semua tidak bisa dipisah-pisahkan. Manakala seseorang mengesampingkan salah satu dari perkara tersebut, misalnya akhlak, maka akan terjadi ketimpangan dalam perkara dunia dan akhiratnya.
Orang beradab adalah yang dapat memahami dan meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan oleh Allah. Di dalam Islam, orang yang tidak mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan, bisa dikatakan tidak adil dan tidak beradab.
Seseorang dikatakan baik jika memiliki berbagai nilai keutamaan dalam dirinya. Dengan berpijak kepada konsep adab dalam Islam, berarti ia mengenal Tuhannya, mengenal dan mencintai Nabinya, menjadikan Nabi SAW sebagai uswah hasanah, menghormati para ulama sebagai pewaris Nabi, memahami dan melatakkan ilmu pada tempat yang terhormat – paham mana ilmu yang fardhu ain, dan mana yang fardhu kifayah; juga mana ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang merusak – dan memahami serta mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifatullah fil-ardh dengan baik.
Nilai Adab dalam Pendidikan
Dalam Islam, ilmu menjadi lengkap jika membawa perbaikan kepada keluhuran akhlak dan budi. Tidak disebut ilmu manfaat, jika ilmu pengetahuan tersebut tidak memberi kebahagian dunia dan akhirat.
Adab merupakan salah satu prasyarat penting bagi para penuntut ilmu dan kepada siapa ilmu diberikan. Konsep adab seperti ini sesuai dengan istilah dan tujuan pendidikan Islam itu sendiri, yaitu ta’dib dan tujuannya adalah membentuk manusia yang beradab (insan adaby). Prof. Naquib al-Attas dalam bukunya, Islam and Secularism, menggariskan tujuan pendidikan dalam Islam tesebut: “The purpose for seeking knowledge in Islam is to inculcate goodness or justice in man as man and individual self. The aim of education in Islam is therefore to produce a goodman… the fundamental element inherent in the Islamic concept of education is the inculcation of adab…”
Maksudnya, orang beradab adalah orang yang menggunakan epistemologi ilmu dengan benar, menerapkan keilmuan kepada objeknya secara adil, dan mampu mengidentifikasi dan memilah pengetahuan-pengetahuan (ma’rifah) yang salah. Setelah itu, metode untuk mencapai pengetahuan itu harus juga benar sesuai kaidah Islam.
Penerapan adab dalam konsep pendidikan Islam sangat urgen karena aspek-aspek ilmu dan proses pencapainya dilakukan dengan pendekatan tawhidy dan objek-objeknya diteropong dengan pandangan hidup Islami (worldview Islam). Bila adab dijadikan bagian yang terintragsi dalam pendidikan, maka peserta didik tidak hanya cerdas pikirannya dan terampil tetapi paham untuk apa ilmu yang dimiliki itu digunakan dengan baik.
Menurut al-Attas, manusia yang beradab adalah manusia yang memilki ilmu dan amal yang benar. Sehingga mereka dapat menempatkan sesuatu pada penilaian-penilaian yang benar sesuai pada tempat-tempat yang tepat. Dengan terserapnya adab dalam diri kelak ia akan dapat mengenal dan memahami bahwa dirinya juga memiliki tangungjawab terhadap ilmu pengetahuan. Ia mesti bersikap amanah, jujur, adil dan bijaksana dalam mununjukan sumber yang benar dan tepat dalam menempatkan ‘pengetahuan’ sehingga tidak menyesatkan dan menutupi umat manusia pada hal yang salah. Selain itu, manusia yang beradab juga akan memberikan ketulusan rasa penghormat kepada para ilmuan mengikuti keutamaan bidang dan pencapaian keilmuan dan kerahanianya masing-masing.
Penerapan adab dalam pendidikan merupakan keniscayaan yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan. Ibnu Jama’ah pernah mengatakan, “Mengamalkan satu bab adab itu lebih baik daripada tujuh puluh bab ilmu yang hanya sekedar dijadikan sebagai pengetahuan.” Secara umum, adab merupakan bagian daripada hikmah dan keadilan, sehingga hilangnya adab akan mengakibatkan kezaliman, kebodohan, dan bahkan kegilaan secara alami.
Sumber:
[1] http://mgt.unida.gontor.ac.id/adab-diatas-ilmu/
[2] Saintifica Islamica: Jurnal Kajian Keislaman, "Urgensi Pendidikan Adab dalam Islam."
[3] "Adab Dulu Baru Ilmu", oleh: Muhammad Imam asy-Syakir, S.Ud.
[4] https://rumaysho.com/7199-banyak-ilmu-namun-lupa-belajar-adab-dan-akhlak.html
[5] El-Banat: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, "Pendidikan Adab Kunci Sukses Pendidikan."
[6] http://repository.uin-suska.ac.id/3113/konsep-adab-dan-relevansinya-dengan-pendidikan-islam-menurut-syed-muhammad-naquib-al-attas
[7] "Konsep Adab Penuntut Ilmu MenurutIbn Abd al-Barr dan Relevansinya dengan Pendidikan Nasional", oleh: Muslim, dkk.
Oleh: Lathifatun Nisa'
"Semoga Bermanfaat" :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar